Sebagai penggemar open-source dan pecinta teknologi, saya baru-baru ini menonton film Bollywood yang menarik, “Karthik Calling Karthik.” Thriller psikologis ini menawarkan perspektif unik berbasis teknologi tentang Gangguan Kepribadian Ganda (GPG), menarik paralel dengan film kultus “Fight Club” sambil menciptakan tempatnya sendiri dalam ranah narasi kesehatan mental.
Fight Club yang Dilemahkan?
Pada pandangan pertama, “Karthik Calling Karthik” mungkin terlihat seperti adaptasi India yang dilemahkan dari “Fight Club.” Namun, penting untuk mengenali pendekatannya yang berbeda dalam mengeksplorasi kompleksitas psikis manusia. Sementara “Fight Club” mendalami tema-tema anarkis yang mungkin di luar jangkauan banyak penonton, “Karthik Calling Karthik” berusaha membuat plotnya lebih mudah diakses, terkadang dengan mengorbankan kedalaman.
Sudut Pandang Teknologi: Pedang Bermata Dua
Penggunaan teknologi dalam film ini, terutama telepon seluler, sebagai saluran untuk alter ego protagonis adalah inovatif sekaligus problematik. Di satu sisi, ini memberikan media nyata bagi penonton untuk memahami pergulatan internal karakter. Di sisi lain, ini berisiko menyederhanakan sifat kompleks GPG.
Pengamatan Utama:
Fobia Telepon: Penekanan pada fobia telepon Karthik terasa dipaksakan dan berpotensi menyesatkan. Ini menunjukkan bahwa pemicu alter egonya terkait dengan objek spesifik ini, yang tidak selaras dengan implikasi GPG yang lebih luas.
Penggambaran Tidak Konsisten: Film ini kesulitan mempertahankan konsistensi dalam bagaimana kondisi Karthik termanifestasi. Mengapa dia dengan nyaman menonton TV atau berinteraksi dengan orang lain jika alter egonya dapat mengambil kendali penuh?
Peluang yang Terlewatkan: Film ini bisa lebih dalam mengeksplorasi bagaimana teknologi berinteraksi dengan alam bawah sadar kita, terutama di era di mana perangkat kita adalah perpanjangan dari diri kita.
Perspektif Kesehatan Mental
Meskipun “Karthik Calling Karthik” berusaha menyoroti GPG, film ini kurang memberikan pemahaman komprehensif tentang kondisi tersebut. Penggambaran sesi terapi Karthik, misalnya, kurang memiliki kedalaman dan keseriusan yang diharapkan dalam menangani gangguan yang begitu kompleks.
Kesimpulan: Upaya yang Patut Dihargai
Terlepas dari kekurangannya, “Karthik Calling Karthik” layak mendapat pujian karena berusaha menangani GPG melalui lensa teknologi. Film ini membuka percakapan tentang kesehatan mental dalam sinema arus utama India, meskipun tidak sepenuhnya memanfaatkan potensinya.
Peringkat: 7/10
Saat kita terus mengeksplorasi persinggungan antara teknologi dan kesehatan mental, film-film seperti ini berfungsi sebagai batu loncatan penting. Mereka mendorong kita untuk berpikir tentang bagaimana kehidupan digital kita memengaruhi psikis kita dan sebaliknya, topik yang semakin relevan dalam dunia yang didorong oleh teknologi.
Apa pendapat Anda tentang penggambaran kesehatan mental dalam sinema, terutama ketika dijalin dengan teknologi? Mari diskusikan di kolom komentar di bawah!